
Sidang sengketa Lelang gudang milik mendiang Thio John Herryanti Sutekno hadirkan saksi di PN Surabaya. (suaraharianpagi.id/Rhy)
Surabaya – suaraharianpagi.id
Drama sengketa lelang gudang milik mendiang Thio John Herryanto Sutekno memasuki babak baru di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
PT Lintas Cindo Bersama (LCB) menggugat Bank BNI dan Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) Latief Hanief & Rekan atas dugaan pelanggaran dalam proses lelang aset tanah dan bangunan di Kompleks Pergudangan Suri Mulia, Jalan Margomulyo No. 44 Blok C No. 33, Surabaya.
Sidang yang digelar Selasa (14/10) menghadirkan saksi Thio Bram Tiyokinanto, kerabat istri almarhum, Lisa Anggraeni. Dalam kesaksiannya, Thio menjelaskan bahwa kemacetan pembayaran kredit PT LCB kepada BNI terjadi sejak 2024 akibat dampak pandemi.
Adapun jaminan utang tersebut berupa dua sertifikat hak guna bangunan (SHGB) seluas masing-masing 1.568 meter persegi dan 1.634 meter persegi.
Isu utama dalam persidangan kali ini adalah perbedaan mencolok dalam penilaian (appraisal) nilai aset. Menurut Thio, berdasarkan informasi dari rekannya bernama Aldo, nilai pasar tanah di lokasi tersebut seharusnya mencapai sekitar Rp10 juta per meter persegi. Namun, KJPP Latief Hanief menaksir nilai likuidasinya hanya Rp15 miliar.
“Padahal, menurut penilaian KJPP Imam Bachron pada tahun 2020, nilai pasarnya sudah mencapai Rp25 miliar. Bahkan, Lisa pernah menggunakan jasa KJPP Pung yang pada Maret 2025 menaksir nilai pasar Rp27 miliar dengan nilai likuidasi Rp19 miliar,” ungkap Thio di hadapan majelis hakim.
Kuasa hukum PT LCB, Yafeti Waruwu, menilai perbedaan nilai appraisal tersebut tidak wajar dan berpotensi merugikan kliennya.
“BNI menggunakan appraisal KJPP Latief Hanief tahun 2024 senilai Rp22 miliar dengan nilai likuidasi Rp15 miliar. Nilai ini jelas jauh di bawah taksiran sebelumnya,” tegas Yafeti usai persidangan.
Lebih lanjut, Yafeti menyoroti dugaan penyalahgunaan nama dalam pembelian aset hasil lelang. Ia mengungkapkan bahwa Aldo, anak dari pemenang lelang Wahyudi Prasetyo, mengakui dirinya yang sebenarnya membeli lahan tersebut.
“Fakta ini menguatkan dugaan adanya perbuatan melawan hukum dalam proses lelang, termasuk penggunaan appraisal yang patut dipertanyakan,” ujarnya.
Sementara itu, pihak turut tergugat yang diduga sebagai pembeli lahan menilai keterangan saksi tidak relevan dengan pokok perkara. Hingga kini, BNI maupun KJPP Latief Hanief & Rekan belum memberikan tanggapan resmi.
Dalam pokok gugatannya, PT LCB meminta majelis hakim menyatakan proses lelang tersebut cacat hukum dan batal demi hukum. Selain itu, penggugat juga menuntut ganti rugi immateriil sebesar total Rp50 miliar terdiri dari Rp30 miliar dari BNI dan Rp20 miliar dari KJPP Latief Hanief & Rekan. *Rhy