
Foto : Dwi Indro Tito Cahyono SH.MM Presdir KHYI (suaraharianpagi.id/dokumen tim)
Malang – suaraharianpagi.id
Pengangkatan kembali Direktur Utama Perumda Tirta Kanjuruhan untuk ketiga kalinya menjadi perbincangan hangat di Kabupaten Malang.
BUMD yang menjadi salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) ini diduga tidak sepenuhnya memenuhi ketentuan hukum, sehingga memicu pro dan kontra di kalangan masyarakat.
Dugaan tersebut muncul terkait legal opinion yang diajukan ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Malang sebagai dasar pengangkatan kembali Direktur Utama Syamsul Hadi.
Terdapat indikasi bahwa data yang disampaikan ke Kejari tidak lengkap atau tidak mencakup seluruh informasi yang relevan, sehingga legal opinion yang dihasilkan dianggap kurang tepat untuk diterapkan.
Presiden Direktur Kantor Hukum Yustitia Indonesia (KHYI), Dwi IndroTito Cahyono, S.H., M.M., yang juga merupakan Dewan Pembina dan Penasehat LSM Gerbang Indonesia (GI) Kabupaten Malang, menyoroti hal ini dalam keterangannya kepada awak media pada 10 Januari 2025.
“Legal opinion itu sendiri sebenarnya tidak salah. Namun, yang diduga kuat adalah data yang diberikan kepada Kejari untuk mengambil pendapat hukum tidak lengkap. Contohnya, Peraturan Bupati Nomor 6 Tahun 2014 tentang Pedoman Pengelolaan Daerah Air Minum kemungkinan tidak disertakan,” ujar Dwi.
Ia juga menambahkan bahwa dalam peraturan tersebut, terdapat ketentuan terkait batas usia dan masa jabatan direktur utama.
“Pada Pasal d disebutkan bahwa anggota direksi yang telah menjabat satu kali masa jabatan dapat diangkat kembali untuk dua kali masa jabatan. Namun, pengangkatan untuk masa jabatan ketiga hanya dapat dilakukan jika yang bersangkutan berusia tidak lebih dari 60 tahun. Sementara itu, Syamsul Hadi saat dilantik telah berusia 60 tahun lebih 9 bulan dan kini berusia 61 tahun lebih 11 bulan,” tegasnya.
Lebih lanjut, Dwi menyoroti bahwa pengangkatan tersebut seharusnya mengacu pada Pasal 140 PP 54 Tahun 2017, yang menyatakan bahwa semua peraturan pelaksanaan terkait BUMD tetap berlaku selama belum diganti dan tidak bertentangan dengan PP tersebut. Ia juga menegaskan bahwa ketentuan yang berlaku saat ini adalah PP 54/2017 dan Permendagri 37/2018, bukan lagi Permendagri 2/2007.
“Hal ini menimbulkan pertanyaan, apakah tidak ada kaderisasi di Kabupaten Malang? Apa tidak ada sosok yang lebih kompeten untuk menduduki jabatan tersebut? Perlu diingat, legal opinion hanya merupakan pendapat hukum, bukan dasar hukum,” tambahnya.
Dwi juga mempertanyakan apakah proses pengangkatan tersebut telah melibatkan Kemendagri dan apakah laporan resmi mengenai data calon direksi telah disampaikan secara lengkap. “Jika data dan fakta tidak disampaikan secara transparan, tentu ini menimbulkan tanda tanya besar,” pungkasnya. *tim