
Mojokerto – suaraharianpagi.id
Ratusan mahasiswa dari berbagai organisasi di Mojokerto Raya yang tergabung dalam kelompok Cipayung Plus turun ke jalan pada Selasa (25/3).
Mereka menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung DPRD Kabupaten Mojokerto untuk menyuarakan penolakan terhadap revisi Undang-Undang (UU) Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI), yang disahkan DPR RI pada 20 Maret lalu.
Mahasiswa dari berbagai organisasi, seperti SEMMI, PMII, GMNI, HMI, IMM, dan Pemuda Muhammadiyah, menilai revisi ini dapat membuka kembali ruang bagi TNI untuk terlibat dalam urusan sipil.
Mereka menilai kebijakan tersebut berpotensi menghidupkan kembali dwifungsi TNI, yang dianggap bertentangan dengan prinsip reformasi dan supremasi sipil.
Dalam aksi tersebut, mahasiswa menyoroti sejumlah pasal dalam revisi UU TNI, seperti Pasal 3, 7, 47, dan 53, yang dinilai berpotensi mengembalikan peran militer dalam pemerintahan sipil.
Mereka menekankan bahwa penguatan sistem komando teritorial dapat membuka celah bagi TNI untuk ikut serta dalam birokrasi sipil serta mengakses sumber daya ekonomi secara ilegal.
“Kami melihat revisi ini sebagai ancaman bagi demokrasi. Penguatan komando teritorial bisa menjadi langkah mundur yang membuka ruang bagi militer untuk kembali terlibat dalam politik dan pemerintahan,” ujar Ketua HMI Cabang Mojokerto, Ambang Muchammad Irawan.
Ambang juga menegaskan bahwa aksi ini tidak hanya berlangsung di Mojokerto, tetapi juga di berbagai daerah di Indonesia sebagai bentuk perlawanan terhadap revisi yang dinilai bertentangan dengan semangat reformasi 1998.
“Aksi ini adalah gerakan maraton. Kami ingin menegaskan bahwa supremasi sipil harus tetap dijaga, jangan sampai revisi ini menjadi langkah mundur yang mengkhianati perjuangan reformasi,” tambahnya.
Menanggapi tuntutan mahasiswa, Ketua DPRD Kabupaten Mojokerto, Ayni Zuhro, menyatakan dukungannya terhadap penolakan revisi UU TNI.
“Kami sepakat menolak revisi ini dan akan segera mengirimkan surat resmi ke DPR RI. Kami berharap aspirasi dari masyarakat, termasuk mahasiswa, bisa menjadi pertimbangan dalam keputusan lebih lanjut,” ujarnya.
Ayni juga menyebut bahwa saat ini masih ada gugatan terhadap revisi UU TNI yang sedang diproses. Oleh karena itu, ia berharap pemerintah dan DPR RI mempertimbangkan kembali keputusan ini sebelum revisi benar-benar diterapkan.
Meski tidak memiliki kewenangan langsung untuk membatalkan undang-undang, mahasiswa menegaskan bahwa mereka akan terus mengawal isu ini dan menyuarakan penolakan.
“Kami mungkin tidak bisa langsung membatalkan revisi ini, tapi kami bisa terus bersuara dan memastikan bahwa demokrasi tetap terjaga,” kata Ambang.
Aksi demonstrasi berlangsung damai dengan pengamanan ketat dari pihak kepolisian. Para mahasiswa berjanji akan terus mengawal isu ini dan tidak akan berhenti sampai ada keputusan yang berpihak pada demokrasi dan supremasi sipil. *ds