aparat kepolisian bersama camat dan tokoh masyarakat mendatangi rumah duka (suaraharianpagi.id/dok.warga)
Mojokerto – suaraharianpagi.id
Tragedi meninggalnya Mukhamat Alfan (18), siswa kelas XI jurusan Teknik Alat Berat SMK Raden Rahmat, Mojosari, masih menyisakan banyak tanda tanya.
Jasad Alfan ditemukan mengambang di Sungai Brantas pada Senin malam, 5 Mei 2025, dua hari setelah ia terakhir kali terlihat dalam kondisi hidup.
Pihak keluarga menolak kesimpulan awal dari pihak kepolisian yang menyebut Alfan meninggal akibat tenggelam. Mereka menduga kuat adanya unsur kekerasan dan menyatakan bahwa kejadian tersebut merupakan tindak penculikan yang berujung pada kematian.
Dokter forensik RS Bhayangkara, dr. Deka Bagus Binarsa, menjelaskan bahwa terdapat lumpur di saluran pernapasan bawah korban, yang mengindikasikan Alfan masih hidup saat tercebur ke sungai. Mengenai kerontokan rambut, ia menyebut hal itu sebagai proses alamiah dalam pembusukan jenazah.
Namun, keluarga menilai hasil autopsi tersebut tidak mengungkap keseluruhan fakta. Kuasa hukum keluarga, Ahmad Muhlisin, S.H., mengungkapkan bahwa autopsi lanjutan oleh RSUD dr. Soetomo, Surabaya, menunjukkan adanya bekas lebam dan luka pada dagu serta paha korban, yang diduga kuat akibat kekerasan benda tumpul.
“Kesimpulan bahwa korban murni tenggelam sangat prematur,” tegas Muhlisin saat mengajukan permohonan autopsi ulang ke Polres Mojokerto pada Selasa, 3 Juni. “Kami sudah melayangkan surat permintaan ekshumasi untuk pembongkaran makam dan pemeriksaan ulang jenazah.”
Muhlisin juga menyatakan bahwa peristiwa ini memenuhi unsur pidana penculikan sebagaimana diatur dalam Pasal 328 KUHP. “Korban dijemput tanpa seizin orang tua, dibawa ke lokasi asing, dan mendapat ancaman. Ini jelas bentuk penculikan,” ujarnya.
Keluarga mengungkapkan kekecewaan karena belum ada satu pun pihak yang ditahan, meskipun identitas korban, saksi, dan terduga pelaku dianggap sudah jelas. Mereka juga mengkritisi sikap awal kepolisian yang hanya mengkategorikan kasus ini sebagai orang hilang.
“Jika permohonan ekshumasi ditolak, kami akan membawa perkara ini ke DPRD dan meminta Pemkab Mojokerto turun tangan. Ini menyangkut nyawa anak sekolah yang seharusnya mendapatkan perlindungan,” kata Muhlisin.
Kasus ini pun menarik perhatian luas dari masyarakat Desa Kaligoro dan seputar wilayah Mojokerto. Banyak pihak mendesak agar proses hukum dilakukan secara transparan dan akuntabel.
Dalam keterangannya, Minggu 8 Juni, Muhlisin menyampaikan bahwa penyidikan terhadap saksi-saksi dari pihak keluarga telah dilakukan pada Sabtu, 7 Juni.
“Tiga saksi telah diperiksa, dua dari pihak keluarga dan satu dari kepolisian. Kami akan mengajukan tambahan tiga saksi lagi yang berada di lokasi penemuan jenazah dan melihat adanya dugaan luka pada tubuh korban,” jelasnya.
Terkait permintaan autopsi ulang, hingga saat ini pihak kepolisian belum memberikan tanggapan resmi.
Muhlisin juga mengungkapkan bahwa pada malam takbir Idul adha, Kamis, 5 Juni, sejumlah aparat kepolisian bersama camat dan tokoh masyarakat mendatangi rumah duka.
“Menurut keterangan keluarga, kunjungan tersebut disertai anjuran agar autopsi ulang tidak dilakukan. Namun, pihak keluarga menyatakan tetap menginginkan proses itu dilanjutkan,” katanya.
Mewakili tim kuasa hukum, Muhlisin meminta dukungan dan kepercayaan semua pihak agar proses hukum berjalan secara maksimal. Ia juga menyampaikan bahwa mereka telah bertemu langsung dengan Kapolres Mojokerto yang merespons kasus ini secara positif.
“Kami imbau semua pihak untuk tidak melakukan aksi-aksi yang justru menghambat proses hukum. Jangan sampai muncul gerakan tambahan seperti demonstrasi yang bisa memperkeruh suasana,” katanya.
Muhlisin mengaku telah bertemu dengan warga Kaligoro yang berkumpul pada Sabtu pagi, 7 Juni. Ia didampingi oleh pengurus Nahdlatul Ulama (NU) setempat dan mengimbau warga agar tidak melakukan aksi sepihak.
“Kalau ada demo, itu bukan dari keluarga atau kuasa hukum. Kami tidak bertanggung jawab atas aksi yang di luar kendali kami,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa proses hukum harus dijalankan dengan kepala dingin.
“Dengan dukungan para tokoh agama dan masyarakat, insya Allah semua berjalan baik dan sesuai harapan. Sekali lagi, jangan menyudutkan aparat penegak hukum. Mereka adalah pihak yang justru kita harapkan bisa mengungkap kebenaran kasus ini,” pungkasnya. *red
