
Mojokerto – suaraharianpagi.id
Kematian tragis Mukhamat Alfan (18), siswa kelas dua SMK Raden Rahmat Mojosari, memicu kegelisahan mendalam di tengah keluarga dan masyarakat Mojokerto Raya.
Ditemukan mengambang di Sungai Brantas pada Senin malam, 5 Mei 2025, jasad Alfan menyisakan kejanggalan yang belum terjawab. Keluarga menduga kuat Alfan menjadi korban kekerasan, bukan sekadar insiden tenggelam sebagaimana disebut pihak kepolisian.
Kecurigaan keluarga bermula dari rangkaian peristiwa sebelum hilangnya Alfan pada Sabtu, 3 Mei 2025. Alfan diketahui dijemput oleh seorang pria bernama RO, paman dari RF, adik kelas Alfan, bersama satu temannya, SM. Mereka dibawa ke rumah RF di Dusun Bendomungal, Desa Kedungmungal, Kecamatan Pungging.
Menurut kesaksian SM yang disampaikan langsung kepada ibu korban setibanya di rumah tersebut, RO mengeluarkan ancaman dengan menyebut Alfan sebagai pelaku pemukulan.
“Ini lo anak yang mukuli kamu, mana pedangnya tadi,” ucap RO seperti ditirukan SM. Ketakutan, keduanya melarikan diri. SM berhasil selamat, tetapi Alfan tak pernah pulang.
Sehari setelahnya, sang kakak, Diki Sukono, mencari Alfan ke rumah RF. Di sana, ayah RF justru menyerahkan tas dan sepatu Alfan yang diklaim ditemukan di tepi sungai. Namun, Diki meragukan klaim tersebut.
“Kalau memang lari karena takut, kenapa adik saya melepas tas dan sepatu?” ujarnya.
Hingga akhirnya, jasad Alfan ditemukan dua hari kemudian masih mengenakan seragam sekolah. Keluarga menyebut ada lebam di dada dan kondisi rambut korban sebagian botak. Bagi mereka, ini adalah indikasi adanya kekerasan.
“Adik saya bisa berenang. Tidak mungkin dia tenggelam tanpa paksaan,” kata Diki.
Pihak kepolisian melalui hasil autopsi RS Bhayangkara Porong menyebutkan Alfan meninggal karena tenggelam tanpa tanda kekerasan. Namun klaim ini ditolak mentah-mentah oleh keluarga.
Ahmad Muhlisin, kuasa hukum keluarga, menuding laporan itu tidak menyeluruh. Klarifikasi ke RSUD dr. Soetomo justru menemukan luka lebam di dagu dan paha yang diduga akibat benda tumpul.
“Kesimpulan bahwa ini murni tenggelam terlalu dini dan tak mempertimbangkan fakta lapangan,” kata Muhlisin.
Ia pun mengajukan permohonan autopsi ulang dan pembongkaran jenazah (ekshumasi) kepada Polres Mojokerto.
Lebih jauh, Muhlisin menyebut peristiwa ini memenuhi unsur penculikan. “Korban dijemput tanpa izin, dibawa ke tempat asing, dan diancam. Itu penculikan. Pasal 328 KUHP jelas,” tegasnya.
Kekecewaan keluarga semakin dalam karena belum ada satu pun yang ditahan hingga kini, meski nama-nama terlibat telah diketahui. Polisi pun sebelumnya justru mengarahkan laporan penculikan menjadi laporan orang hilang.
Jika permohonan ekshumasi ditolak, keluarga akan membawa kasus ini ke DPRD dan meminta Pemkab Mojokerto turun tangan.
“Ini bukan sekadar kasus biasa. Ini nyawa seorang pelajar yang semestinya dilindungi,” tegas Muhlisin.
Tragedi ini kini menjadi perhatian publik. Warga Desa Kaligoro, tempat tinggal Alfan, hingga tokoh masyarakat Mojokerto Raya menuntut kejelasan dan keadilan. Mereka mendorong aparat bertindak objektif dan transparan. *red