Minimnya penerangan proyek dan rambu di lokasi kecelakaan. (suaraharianpagi.id/tim)
Malang – suaraharianpagi.id
Kecelakaan kembali terjadi di area proyek jalan nasional Gondanglegi–Srigonco–Bantur, Kabupaten Malang. Proyek yang dikerjakan oleh salah satu rekanan pemerintah tersebut kembali disorot karena diduga melanggar ketentuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) serta Analisis Dampak Lalu Lintas (Amdalalin).
Baru sepekan sebelumnya, seorang pengguna jalan dikabarkan terjatuh ke dalam lubang galian proyek hingga mengalami luka serius. Kini, insiden serupa kembali terjadi pada Kamis malam (23/10) di kawasan Jalan Raya Pagelaran, tepatnya di dekat Kantor KUD Kecamatan Pagelaran. Kecelakaan tersebut menewaskan seorang pekerja proyek di lokasi tersebut.
Berdasarkan informasi yang dihimpun tim media, korban diketahui merupakan pekerja proyek jalan nasional, sementara pengendara yang menabrak merupakan warga Desa Balewarti, Kecamatan Bantur. Dugaan sementara penyebab kecelakaan adalah minimnya rambu-rambu lalu lintas dan kurangnya penerangan di sepanjang area proyek.
Padahal, proyek nasional semestinya menjadi contoh dalam penerapan standar keselamatan dan kepatuhan terhadap regulasi pemerintah.
Ketua LSM Garda Indonesia (GI) Kabupaten Malang, Dedik, saat dihubungi awak media, menyoroti lemahnya pengawasan dan ketidakpatuhan kontraktor terhadap aturan keselamatan kerja.
“Ada apa dengan kontraktor proyek itu? Seingat saya sejak awal pengerjaan sudah banyak kejanggalan. Berdasarkan data lapangan, sudah beberapa kali terjadi kecelakaan baik tunggal maupun tabrakan dan sekitar tiga orang warga meninggal dunia, belum lagi yang luka-luka,” ujar Dedik, Kamis (23/10).
Ia menambahkan, belum lama ini dirinya juga sempat menyoroti kasus pengguna jalan yang terjatuh ke lubang galian proyek dan sempat viral di media sosial.
“Baru kemarin saya bicara di media soal kejadian itu, eh, tadi malam sudah ada lagi kecelakaan bahkan kali ini korbannya pekerja proyek sendiri sampai meninggal dunia. Apakah kontraktor proyek nasional boleh semaunya melanggar aturan pemerintah terkait keselamatan dan kenyamanan kerja?” tegasnya.
Dedik juga mengingatkan bahwa pelanggaran terhadap aturan K3 dan Amdalalin memiliki konsekuensi hukum yang serius.
“Dalam aturan jelas disebutkan ada tiga jenis sanksi. Pertama, sanksi administratif berupa teguran tertulis, denda, penyegelan lokasi, hingga pencabutan izin operasional. Kedua, sanksi pidana, yaitu kurungan maksimal satu tahun dan denda hingga Rp15 juta, serta tuntutan hukum perdata dari korban atau keluarga. Ketiga, sanksi finansial, seperti beban kompensasi kecelakaan kerja, keterlambatan proyek, hingga rusaknya reputasi perusahaan. Bahkan bisa berujung pada penutupan sementara perusahaan jika terbukti membahayakan nyawa pekerja,” jelasnya.
Ia mendesak Kementerian PUPR dan pihak pengawas proyek nasional segera turun tangan untuk mengevaluasi kelayakan rekanan yang mengerjakan proyek tersebut.
“Mau dibawa ke mana proyek yang menelan anggaran ratusan miliar ini? Apakah harus ada korban lagi dan lagi? Pengawas kementerian harus segera turun untuk mengkaji ulang apakah kontraktor itu masih layak melanjutkan pekerjaan,” pungkas Dedik. *tim
