
Mahasiswa bersama Anggota DPRD Kota Mojokerto usai Audiensi.(suaraharianpagi.id/dsy)
Kota Mojokerto – suaraharianpagi.id
Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Mojokerto menilai demokrasi Indonesia tengah menghadapi ujian serius. Hal itu disampaikan Ketua DPC GMNI Mojokerto, Mohammad Thohir, saat menggelar audiensi dengan DPRD Kota Mojokerto pada Selasa (3/9).
Menurut Thohir, gejala krisis demokrasi terlihat dari kegagalan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam menyerap aspirasi publik, serta maraknya tindakan represif aparat kepolisian terhadap masyarakat yang menyuarakan pendapat.
“Eskalasi masalah sosial politik ini tidak hanya menciptakan ketegangan di ruang publik, tetapi juga mengikis kepercayaan rakyat terhadap institusi-institusi yang ada,” kata Thohir dalam pernyataan sikapnya.
Dalam pertemuan tersebut, GMNI Mojokerto menyampaikan lima tuntutan pokok, yakni:
- Menolak kebijakan yang merugikan rakyat, termasuk penghapusan tunjangan rumah dinas DPR, serta mendesak percepatan pengesahan RUU Perampasan Aset.
- Menuntut keterbukaan informasi publik dari DPR dan evaluasi menyeluruh terhadap kinerjanya.
- Mendesak transparansi dalam penegakan hukum agar tidak diskriminatif.
- Menuntut pembebasan massa aksi yang ditangkap saat menyampaikan pendapat di muka umum.
- Meminta sanksi tegas, minimal pencopotan jabatan, bagi aparat atau pejabat yang melanggar hukum maupun etika.
Audiensi di kantor DPRD Kota Mojokerto tersebut diterima langsung oleh Ketua DPRD, Ery Purwanti, bersama wakil ketua, perwakilan fraksi, dan didampingi Kapolres Mojokerto Kota.
Ketua DPRD Kota Mojokerto, Ery Purwanti, menyebut pertemuan berjalan dalam suasana kekeluargaan. Menurutnya, aspirasi mahasiswa akan ditindaklanjuti dan sebagian akan diteruskan ke DPR RI.
“Alhamdulillah audiensi tadi berlangsung secara kekeluargaan. Mereka menyampaikan lima tuntutan, salah satunya terkait pembatalan tunjangan perumahan bagi DPR RI. Aspirasi ini kita terima, nanti akan kita teruskan ke DPR RI,” ujar Ery.
Ery menegaskan bahwa di tingkat DPRD Kota Mojokerto, tidak ada wacana kenaikan tunjangan.
“Kalau di Kota Mojokerto sampai saat ini tidak ada wacana untuk kenaikan tunjangan, karena semuanya menyesuaikan dengan Kemampuan Keuangan Daerah. Jadi sampai saat ini tidak ada kenaikan tunjangan apapun, tetap seperti semula,” jelasnya.
Ia menambahkan, lima fraksi di DPRD Kota Mojokerto sepakat dengan aspirasi mahasiswa yang menekankan pentingnya transparansi penyelenggaraan pemerintahan dan kebijakan pro-rakyat.
“Teman-teman tadi ingin memaksimalkan agar penyelenggaraan pemerintahan transparan dan berpihak kepada rakyat. Saya rasa semua fraksi sependapat, karena pengelolaan APBD memang harus diarahkan untuk kepentingan rakyat,” pungkasnya.*dsy