
Sampang – suaraharianpagi.id
Dugaan praktik “tangan ke tangan” kembali mencuat dalam proyek Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Sampang pada tahun anggaran 2025.
Informasi yang dihimpun, pola tersebut diduga telah berlangsung lama dan seolah menjadi hal lumrah di kalangan kontraktor maupun pejabat terkait.
Seorang sumber internal menyebutkan, sebelum kontrak proyek ditandatangani, ada transaksi di balik layar yang harus dipenuhi.
“Proyek 2025 ini sama saja. Kalau tidak setor di awal, kontraktor bisa kesulitan mendapatkan pekerjaan,” ungkap narasumber yang enggan disebutkan namanya, Senin (1/9).
Praktik seperti ini jelas merugikan masyarakat. Anggaran yang semestinya digunakan sepenuhnya untuk pembangunan infrastruktur, justru terpangkas akibat adanya potongan tidak resmi.
Imbasnya, kualitas proyek di lapangan kerap tidak sesuai harapan.
Padahal, pemerintah telah menetapkan regulasi tegas melalui Perpres No. 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, serta UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dalam aturan tersebut, praktik suap, gratifikasi, maupun penyalahgunaan kewenangan diancam dengan pidana berat.
Namun, sebagian masyarakat menilai hukum belum sepenuhnya berpihak.
“Seakan hukum tumpul ke atas dan tajam ke bawah. Kalau rakyat kecil salah sedikit, cepat diproses. Tapi kalau sudah menyangkut proyek miliaran rupiah, sering hilang begitu saja,” ujar seorang warga Sampang.
Sejumlah elemen masyarakat mendesak aparat penegak hukum, inspektorat daerah, hingga lembaga antikorupsi untuk melakukan pengawasan dan audit menyeluruh terhadap proyek PUPR Sampang tahun 2025.
Hingga berita ini diturunkan, pihak Dinas PUPR Sampang belum memberikan klarifikasi maupun tanggapan resmi terkait dugaan praktik “tangan ke tangan” ataupun indikasi adanya persekongkolan dalam pelaksanaan proyek.
Rekan-rekan media akan terus menyoroti persoalan ini dan mengawal hingga ke ranah hukum apabila tidak ada tindakan serius dari pihak berwenang. *bun