
Sampang – suaraharianpagi.id
Praktik kecurangan dalam penyaluran bantuan pendidikan kembali disorot di Kabupaten Sampang. Yayasan Darus Salam yang beralamat di Desa Batuporo Barat, Kecamatan Kedungdung, diduga melakukan pemalsuan data penerima Program Indonesia Pintar (PIP) serta menyalahgunakan Dana Operasional Sekolah (BOS).
Informasi dari warga sekitar menyebutkan bahwa lembaga pendidikan di bawah yayasan tersebut hampir tidak memiliki murid.
Seorang warga berinisial S menuturkan, sekolah yang terdaftar di atas kertas tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya di lapangan.
“TK tidak ada muridnya, SDS juga kosong. MI, MTs, dan SMKS hanya ada tiga siswa, itu pun anak pengurus sendiri,” ungkap S kepada wartawan.
Namun, data penerima PIP yang beredar justru menunjukkan jumlah penerima jauh melebihi jumlah peserta didik nyata. Hal ini memunculkan dugaan bahwa yayasan tersebut dijadikan sarana untuk menyedot dana negara demi kepentingan pribadi.
Minim Respons Dinas Terkait
Publik menyoroti lemahnya respons instansi terkait. Saat dikonfirmasi, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Sampang, Pardi, hanya memberi jawaban singkat.
“Masih ada acara, Mas,” ucapnya sebelum menutup komunikasi.
Sementara itu, Kasi MI Kemenag Sampang, Ima Mahmudi, belum memberikan keterangan meski telah dihubungi berulang kali. Hingga berita ini diterbitkan, panggilan telepon maupun pesan konfirmasi belum direspons.
Kondisi ini menimbulkan kecurigaan masyarakat adanya pembiaran, bahkan disebut-sebut ada kedekatan personal antara pengurus yayasan dengan sejumlah pejabat daerah.
Aktivis pendidikan menilai kasus ini tidak bisa dianggap sepele. Jika benar terjadi, pemalsuan data PIP dan penyalahgunaan BOS di Yayasan Darus Salam bisa mengakibatkan kerugian negara hingga ratusan juta rupiah setiap tahun.
“Ini jelas melawan hukum. Negara dirugikan, sementara lembaga pendidikan yang benar-benar menjalankan fungsinya justru tercoreng,” kata salah seorang tokoh masyarakat yang enggan disebutkan namanya.
Potensi Jerat Hukum
Apabila dugaan ini terbukti, pengurus yayasan dapat dijerat sejumlah pasal hukum, di antaranya:
Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan dokumen, ancaman pidana hingga 6 tahun penjara.
Pasal 2 dan 3 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi, dengan ancaman penjara minimal 4 tahun hingga 20 tahun, serta denda maksimal Rp1 miliar.
Dengan demikian, dugaan manipulasi data PIP dan BOS ini tidak hanya pelanggaran administratif, melainkan berpotensi masuk ranah tindak pidana korupsi.
Masyarakat berharap aparat penegak hukum, baik Kejaksaan maupun Inspektorat, segera turun tangan melakukan investigasi.
Media pun berkomitmen untuk terus mengawal kasus ini, mengingat praktik serupa sebelumnya pernah muncul di Sampang.
“Kalau tidak ada langkah tegas, pola semacam ini akan terus berulang. Kami menduga ada semacam ‘win-win solution’ antara pihak yayasan dan operator,” pungkas warga berinisial S. *bun