
Mahasiswa Universitas Nahdlatul Ulama Sunan Giri Bojonegoro berikan edukasi kepada siswa SMAN 1 Kedungadem.(Suaraharianpagi.id/Am)
Bojonegoro – Suaraharianpagi.id
Tingginya angka pernikahan dini di Kedungadem menjadi perhatian serius kalangan akademisi. Sebagai bentuk kepedulian terhadap masa depan remaja, disana.
Mahasiswa Program Studi Hukum Ekonomi Syariah (HES) Universitas Nahdlatul Ulama Sunan Giri (UNUGIRI) Bojonegoro menggelar Program Pengabdian Masyarakat (PPM) bertema pencegahan pernikahan dan perceraian dini.
Kegiatan ini diikuti 30 siswa kelas XII SMA Negeri 1 Kedungadem pada Kamis (23/10/2025).
Program PPM ini mengusung judul “Pendampingan dan Edukasi Pencegahan Pernikahan dan Perceraian Dini sebagai Langkah Antisipatif terhadap Dampak Pergaulan Bebas di Kalangan Remaja.”
Ketua Pelaksana, Lailatul Isrokiyah, menyampaikan bahwa edukasi ini bertujuan menumbuhkan kesadaran siswa akan risiko pernikahan dini dan dampak negatif pergaulan bebas.
“Ini merupakan bentuk kontribusi sosial mahasiswa agar generasi muda lebih fokus pada pengembangan diri dan cita-cita,” ujar Lailatul.
Guru Bimbingan Konseling (BK) SMAN 1 Kedungadem, Hanif Aftiani, S.Pd., mengapresiasi inisiatif mahasiswa UNUGIRI. Menurutnya, tema ini sangat relevan dengan kondisi lingkungan di Kedungadem.
“Mengingat Kedungadem memiliki tingkat pernikahan dini tertinggi di Bojonegoro, pembinaan seperti ini sangat kami butuhkan,” tegas Hanif.
Hadir sebagai pemateri, Refangga Maulidana Abdillah, S.H., yang memaparkan batas usia minimal menikah sesuai UU No. 16 Tahun 2019, yakni 19 tahun.
Ia juga mengurai faktor pendorong nikah dini, seperti ekonomi, putus sekolah, kehamilan di luar nikah, tekanan sosial, hingga pengaruh pergaulan bebas.
“Dampaknya sangat kompleks, baik secara fisik, psikologis, maupun sosial ekonomi. Remaja berisiko mengalami KDRT, trauma, putus sekolah, hingga lingkaran kemiskinan,” jelas Refangga.
Sesi materi berlangsung interaktif. Beberapa siswa seperti Maulydia, Dini Nur, dan Elga aktif bertanya mengenai perbedaan nikah muda dan nikah dini hingga cara menghadapi tekanan dari orang tua.
Refangga menegaskan, pernikahan dini bukan jalan keluar dari masalah.
“Setiap remaja berhak tumbuh, belajar, dan meraih cita-cita sebelum masuk dunia pernikahan. Keputusan bijak hari ini menentukan masa depan yang cerah,” pesannya.
Hanif berharap ilmu yang disampaikan tidak berhenti di ruang kelas.
“Para siswa harus menjadikannya sebagai benteng diri agar tidak terjerumus dalam pernikahan dini dan tetap fokus mengejar cita-cita,” ujarnya.
Melalui program edukasi ini, mahasiswa HES UNUGIRI Bojonegoro berharap remaja Kedungadem semakin memahami pentingnya kesiapan fisik, mental, dan ekonomi sebelum menikah, serta mampu menghindari risiko pernikahan dan perceraian dini demi masa depan yang lebih berkualitas.*Am