Kolam lele bioflok di halaman belakang lapas kelas IIB Mojokerto.(Suaraharianpagi.id/dsy)
Mojokerto – Suaraharianpagi.id
Lapas Kelas IIB Mojokerto terus menunjukkan komitmennya dalam membina warga binaan pemasyarakatan (WBP) melalui berbagai program kerja produktif.
Mulai dari peternakan kambing, lele bioflok, ayam kampung, hingga pembuatan sepatu dan produk UMKM makanan, seluruh kegiatan dirancang untuk membangun kemandirian WBP selama dan setelah menjalani masa hukuman.
Salah satu WBP, Harnonanda Afik Ramadhani (23), yang terjerat kasus PPA dan telah menjalani 2 tahun dari total hukuman 5 tahun, mengaku mendapat banyak pengalaman berharga dari program pembinaan tersebut.
Pemuda asal Desa Randegan, Kecamatan Magersari, Kota Mojokerto ini kini merawat kambing selama lebih dari tiga bulan.
“Perawatannya mudah, yang penting dikasih makan dan kandangnya rutin dibersihkan. Kalau banyak kotoran bisa jadi penyakit,” ujarnya.
Afik merawat 10 ekor kambing jenis kambing Jawa. Menariknya, ia memberi nama setiap kambing yang dirawatnya sebagai bentuk ikatan emosional.
“Kotoran kambing juga tidak dibuang, tapi dijadikan pupuk,” tambahnya.
Kalapas Kelas IIB Mojokerto, Rudi Kristiawan, menjelaskan bahwa pembinaan berbasis ketahanan pangan menjadi program andalan.
Lapas Mojokerto memiliki 44 kolam lele bioflok dengan total 60 ribu ekor lele yang dipanen setiap 3–5 hari sekali untuk memenuhi kebutuhan lauk pauk WBP setiap hari.
“Hasil panen juga dijual ke rekanan pemborong makanan WBP untuk diolah di dapur lapas,” jelas Rudi.
Program ini melibatkan sejumlah WBP dengan pembagian kerja, antara lain:
– Peternakan lele: 10 orang
– Peternakan kambing: 3 orang
– Pengolahan kulit: 5 orang
– UMKM makanan: 14 orang
– Pertanian (terong, kangkung, hidroponik): 5 orang
“Walau lahan terbatas, Lapas Mojokerto berusaha maksimal mendukung program Asta Cita Presiden dan akselerasi Kementerian Hukum dan HAM dalam ketahanan pangan, pemajuan UMKM, ekonomi masyarakat, serta peningkatan kualitas SDM warga binaan,” tegasnya.
Tak hanya sektor pangan dan UMKM, pembinaan juga menyentuh bidang seni. Nugroho alias Putut (65), salah satu WBP yang memiliki latar belakang sebagai seniman patung, merasa bersyukur diberi kesempatan kembali berkarya di dalam lapas.
“Sebelum masuk Desember kemarin, saya ikut menyelesaikan patung Gajah Mada di Trowulan. Saya terlibat sejak desain hingga 50 persen pengerjaan fisik,” kata warga asli Mojokerto yang kini tinggal di Kelurahan Miji, Gang 4.
Putut mengaku kecintaannya pada seni sudah muncul sejak kelas 6 SD, dan mulai menekuni seni patung sejak SMP hingga kini.
“Saya berterima kasih kepada Kalapas yang memberi ruang untuk berkegiatan. Kegiatan ini adalah sawah saya dan seni,” ujarnya.
Program pembinaan tersebut tak hanya mengajarkan keterampilan teknis, tetapi juga menumbuhkan rasa tanggung jawab, kedisiplinan, serta kemandirian WBP agar siap kembali ke masyarakat setelah bebas.
“Harapan kami, keterampilan ini bisa menjadi bekal hidup mereka ketika nanti kembali ke lingkungan sosial,” tutup Rudi.*dsy
