Tersangka kasus penganiayaan terhadap istrinya kini diamankan di Polrestabes Surabaya.(Suaraharianpagi.id/sw)
Surabaya – Suaraharianpagi.id
Polrestabes Surabaya, Polda Jawa Timur, resmi menetapkan AAS (40) sebagai tersangka kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) terhadap istrinya, IGF (32). Kasus ini mencuat setelah sebuah video penganiayaan di rumah pasangan tersebut di Jalan Lebak Agung, Surabaya, viral di media sosial.
Kasat Reskrim Polrestabes Surabaya, AKBP Edy Herwiyanto, mengatakan peristiwa KDRT itu terjadi berulang sejak Desember 2023 hingga Januari 2025.
“Pelaku sudah kami amankan dan ditetapkan sebagai tersangka. Saat ini yang bersangkutan ditahan,” kata AKBP Edy, Rabu (27/8).
Atas perbuatannya, AAS dijerat Pasal 44 ayat 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Kekerasan dalam Rumah Tangga, dengan ancaman hukuman penjara paling lama lima tahun atau denda maksimal Rp15 juta.
Pola Kekerasan Berulang
Dari hasil penyelidikan, polisi menemukan bahwa tindak kekerasan dilakukan tersangka berkali-kali dengan pola yang sama: dimulai dari percekcokan kecil lalu berujung pada pemukulan.
- 15 Desember 2023: Saat korban tengah menidurkan anak, tersangka marah lalu memukul korban dengan bantal, menjambak rambut, dan memukul tangan korban.
- 9 Maret 2024: Ketika korban hamil tujuh bulan, tersangka menampar pipi korban dua kali, memukul wajah hingga berdarah, serta mencekik leher korban.
- 28 Januari 2025: Saat korban memergoki tersangka menyembunyikan sesuatu di telepon genggam, pertengkaran terjadi hingga tersangka menendang dan memukul pundak korban di hadapan anak-anak mereka.
Motif kekerasan disebut sepele, mulai dari perbedaan cara mengasuh anak hingga masalah komunikasi rumah tangga. Namun, pertengkaran kecil itu berubah menjadi tindak kekerasan yang menimbulkan luka fisik maupun psikis bagi korban.
Barang Bukti dan Kondisi Korban
Polisi menyita sejumlah barang bukti berupa flashdisk berisi rekaman video kekerasan, pakaian korban, serta dokumen pendukung lain.
Sementara itu, korban IGF masih menjalani pemeriksaan psikologis oleh tenaga medis untuk memastikan kondisi mental serta trauma yang dialaminya.
“Kasus ini menjadi perhatian serius, karena KDRT tidak hanya melukai fisik, tetapi juga meninggalkan dampak jangka panjang bagi korban dan anak-anak,” tutur AKBP Edy.*sw
