Proses eksekusi ruko di jalan gajah Mada no.44 A, gedongan, Magersari, Mojokerto.(Suaraharianpagi.id/ds)
Mojokerto – Suaraharianpagi.id
Pengadilan Negeri (PN) Kabupaten Mojokerto melalui juru sita mengeksekusi sebuah bangunan ruko di Jalan Gajahmada Nomor 44A, Kelurahan Gedongan, Kecamatan Magersari, Kota Mojokerto, Kamis (28/8/2025).
Objek eksekusi berupa ruko seluas 96 meter persegi tersebut tercatat dalam Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 770/Gedongan atas nama Ivan Wibowo, warga Surabaya.
Eksekusi dilakukan setelah proses hukum panjang antara pemilik sertifikat yang sekarang, Ivan Wibowo, dan pemilik ruko sebelumnya, Sugeng Subagio.
Sengketa yang bermula dari persoalan utang-piutang itu telah bergulir sejak beberapa tahun lalu dan diputus hingga tingkat Mahkamah Agung (MA). Putusan MA menguatkan hak Ivan Wibowo sebagai pemegang sah SHM, sehingga pelaksanaan eksekusi dilakukan oleh PN Mojokerto.
Kuasa hukum Ivan, H. Nur Khosim, S.H., M.H., menjelaskan bahwa perkara bermula ketika Sugeng memiliki utang di bank dan terancam lelang aset. Ivan Wibowo kemudian menalangi utang tersebut dengan nilai sekitar Rp780 juta. Sebagai konsekuensi, dibuat perjanjian ikatan jual beli dan surat kuasa jual.
“Klien saya memberi waktu dua tahun untuk melunasi. Tapi sampai batas waktu, utang itu tidak bisa dikembalikan. Bahkan ada perjanjian di depan notaris bahwa ruko akan dikosongkan secara sukarela, tapi juga tidak dipenuhi,” ujar Nur Khosim.
Sugeng, kata Nur Khosim, tetap menempati ruko meski tidak memenuhi kewajiban sesuai perjanjian. Ia bahkan menempuh berbagai upaya hukum mulai dari gugatan perlawanan, laporan ke Polda Jatim, hingga peninjauan kembali (PK).
“Laporan di Polda sudah dihentikan dengan SP3, gugatan di pengadilan sampai PK ditolak. Jadi semua prosedur hukum sudah ditempuh,” imbuhnya.
Atas dasar itu, pihak pemohon mengajukan permohonan eksekusi ke PN Mojokerto pada Juli lalu. Pengadilan kemudian mengeluarkan penetapan eksekusi dan memberikan teguran aanmaning.
PN juga membuka ruang mediasi antara kedua belah pihak, namun tidak ada titik temu.Karena tidak ada kesepakatan, PN Mojokerto akhirnya menjalankan eksekusi.

Juru sita datang ke lokasi ruko untuk mengosongkan bangunan yang menjadi objek sengketa.
“Kami hanya melaksanakan putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap. Objek eksekusi sesuai SHM atas nama pemohon,” kata seorang petugas PN di lokasi.
Di sisi lain, Sugeng Subagio selaku termohon merasa keberatan dengan eksekusi tersebut. Ia menilai proses balik nama sertifikat yang dilakukan sepihak tidak sah.
“Kita tidak pernah menjual, dan saya juga tidak merasa menjual ruko itu. Tahu-tahu sertifikat sudah balik nama,” kata Sugeng.
Sugeng juga menyoroti perbedaan letak objek dalam putusan. Menurutnya, batas tanah yang tercantum tidak sesuai fakta di lapangan.
“Di barat itu rumah dinas wakil wali kota, tapi dalam putusan tertulis wali kota. Jadi letaknya tidak cocok, tapi tetap dipaksakan,” ujarnya.
Selain itu, Sugeng mengklaim sudah berusaha mengembalikan uang talangan tersebut, bahkan sempat menyiapkan pelunasan tunai. Namun, katanya, nilai yang diminta pihak lawan berubah-ubah.
“Awalnya Rp1 miliar, naik jadi Rp1,3 miliar, lalu Rp1,7 miliar. Kalau begitu mana yang benar? Kita jadi tidak bisa pegang kepastian,” kata Sugeng.
Ia menambahkan, sempat memenangkan banding atas gugatan terkait sertifikat.
“Di PN saya kalah, tapi di banding saya menang. Harusnya sertifikat kembali ke nama saya. Tapi semua seperti direkayasa. Biarlah nanti hukum yang membuktikan,” tegasnya.
Meski Sugeng menolak, eksekusi tetap berjalan sesuai penetapan PN Mojokerto. Kuasa hukum penggugat menegaskan bahwa persoalan batas tanah bukan ranah pengadilan, melainkan kewenangan Badan Pertanahan Nasional (BPN).
“Kami hanya mengeksekusi objek sesuai SHM, bukan masalah batas,” ujar Nur Khosim.
Dengan terlaksananya eksekusi ini, PN Mojokerto menyatakan bahwa perkara telah tuntas sesuai putusan yang berkekuatan hukum tetap.
Namun, Sugeng Subagio menegaskan akan tetap memperjuangkan haknya melalui jalur hukum.*ds
