
Foto : ibu korban menangis dihadapan awak media (suaraharianpagi.id/bun)
Sampang – suaraharianpagi.id
Di tengah gema janji program seratus hari “Asta Cinta” Presiden Prabowo Subianto yang menekankan reformasi hukum dan keadilan, Kabupaten Sampang justru menunjukkan sisi kelam dalam penegakan hukumnya.
Kasus pelecehan seksual terhadap seorang anak di bawah umur di Desa Karang Gayam, Kecamatan Omben, menjadi gambaran nyata dari lemahnya kinerja aparat hukum setempat.
Laporan pertama yang diajukan pada 26 Oktober dengan nomor LP/B/213/X/2024/SPKT/POLRES SAMPANG/POLDA JAWA TIMUR, hingga kini belum membuahkan hasil. Pelaku masih bebas berkeliaran, sementara korban – seorang anak perempuan – terus menanggung derita fisik dan trauma psikis yang kian memburuk.
Mila, ibu korban, tak kuasa menyembunyikan rasa kecewa dan pedihnya di hadapan awak media. Dengan suara bercampur tangis, ia menyampaikan betapa masa depan anaknya kini dihantui bayangan kelam.
“Anak saya sekarang hanya mengurung diri di kamar. Dia takut bertemu orang, sering sakit-sakitan, tidak mau sekolah, bahkan tidak mau mengaji. Saya harus mencari keadilan ke mana lagi, Mas? Saya mohon pelaku segera ditangkap,” ungkap Mila dengan nada putus asa.
Sebagai seorang ibu tunggal yang bekerja serabutan untuk menghidupi keluarganya, Mila merasa diabaikan oleh aparat yang seharusnya melindungi.
Tak hanya keluarga korban, masyarakat Sampang mulai kehilangan kesabaran. Ketua Tim Generasi Peduli Negeri, Rolis Sanjaya, mengkritik keras lambannya aparat dalam menangani kasus ini.
“Apa yang sebenarnya terjadi? Sudah dua bulan laporan ini masuk, tetapi pelaku masih bebas berkeliaran. Jika ini terjadi pada anak atau keluarga aparat, apakah mereka akan diam seperti ini? Masa depan korban dirampas, dan aparat hanya bungkam!” tegas Rolis dengan nada penuh amarah.
Rolis juga menekankan bahwa kegagalan menangani kasus ini semakin memperburuk citra Polri di mata masyarakat.
“Polres Sampang harus membuktikan keberpihakannya kepada rakyat dengan segera menangkap pelaku dan memprosesnya sesuai hukum. Jangan biarkan pelaku merasa aman! Jika kasus ini terus diabaikan, kepercayaan masyarakat terhadap institusi hukum akan benar-benar hilang,” tambahnya.
Kasus ini menjadi ujian berat bagi integritas aparat hukum di Kabupaten Sampang. Lambannya penanganan bukan hanya mencederai rasa keadilan, tetapi juga memberikan pesan keliru bahwa kejahatan keji seperti ini bisa luput dari hukum.
Saat dimintai tanggapan, pihak Polres Sampang hanya memberikan jawaban singkat bahwa penyelidikan masih berjalan tanpa rincian berarti. Bahkan, salah satu aparat menyampaikan respons yang memicu kekecewaan publik: “Jika bapak menemukan keberadaan pelaku, beri tahu kami, kita tangkap bersama-sama.”
Respons ini semakin memperbesar rasa frustrasi masyarakat yang menantikan langkah konkret dari aparat.
Masyarakat kini menunggu tindakan nyata, bukan sekadar janji atau alasan. Hukum harus menunjukkan keberpihakannya untuk melindungi yang lemah. Jika aparat terus bungkam, kasus ini akan menjadi catatan kelam baru dalam sejarah penegakan hukum di negeri ini.
Ketika keadilan dipertaruhkan, mampukah hukum di Sampang berdiri tegak? Ataukah ini menjadi bukti bahwa keadilan telah mati di tanah para korban? *bun/ds