Foto : Kades Randuharjo datang ke kantor kejaksaan negeri kabupaten Mojokerto.(suaraharianpagi.id/ds)
Mojokerto – suaraharianpagi.id
Dugaan pelanggaran netralitas yang melibatkan Kepala Desa Randuharjo, Kecamatan Pungging, Kabupaten Mojokerto, Edo Yudha Arista, kini memasuki babak baru.
Setelah berkas pemeriksaan dari Bawaslu dilimpahkan ke Polres Mojokerto dan memenuhi unsur pelanggaran, Edo telah ditetapkan sebagai tersangka dan menjalani pemeriksaan di Kejaksaan Negeri Mojokerto pada Rabu (20/11/2024).
Edo tiba di Kejaksaan Negeri Mojokerto di Jalan R.A. Basoeni, Sooko, dengan kawalan polisi dan Bawaslu. Mengenakan kemeja hitam bergaris putih dan celana jeans biru gelap, Edo sempat menyapa wartawan yang menantinya di depan kantor kejaksaan.
Ketua Bawaslu Kabupaten Mojokerto, Dody Faizal, menjelaskan bahwa pemeriksaan ini merupakan pelimpahan tahap kedua untuk menyelesaikan administrasi yang diperlukan. Dody menegaskan bahwa tidak ada klausul yang mengharuskan penahanan dalam kasus ini berdasarkan aturan perundangan Pilkada dan rapat dengan Sentra Gakkumdu.
“Kalau memang dibutuhkan, bisa dilakukan penahanan. Namun, hasil rapat dengan Sentra Gakkumdu memutuskan tidak ada penahanan,” ujar Dody.
Bawaslu Kabupaten Mojokerto hingga kini telah menerima 15 laporan terkait dugaan pelanggaran, termasuk yang melibatkan kepala daerah, kepala desa, dan ASN. Sebagian laporan masih dalam proses registrasi dan penelitian syarat formil serta materiil.
Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran dan Data Informasi Bawaslu, Aris Fahrudin Asyat, menambahkan bahwa beberapa laporan melibatkan dugaan netralitas ASN, kepala daerah yang maju sebagai calon bupati, serta dua kepala desa dari Kecamatan Jatirejo dan Sooko.
Barang Bukti Video di Media Sosial
Kepala Seksi Tindak Pidana Umum (Kasi Tipidum) Kejaksaan Negeri Mojokerto, Nala Arjhunto, menjelaskan bahwa barang bukti yang disita dalam kasus ini berupa ponsel yang digunakan untuk mengunggah video di media sosial TikTok dan membagikannya melalui grup WhatsApp perangkat desa. Video tersebut kemudian menyebar ke masyarakat luas.
“Setelah tahap dua ini, kami memiliki waktu lima hari kerja untuk melimpahkan kasus ini ke pengadilan,” jelas Nala.
Edo dijerat dengan Pasal 188 Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 2015 juncto Pasal 71 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP. Dakwaan ini membawa ancaman pidana penjara minimal satu bulan dan maksimal enam bulan, dengan ketentuan tersangka tidak dapat ditahan sesuai aturan KUHP.
“Proses akan segera kami lanjutkan ke pengadilan untuk mendapatkan kejelasan hukum,” pungkas Nala.*ds
+ There are no comments
Add yours