LSM Modjokerto Watch Gelar Aksi di Depan Kantor Pemerintah Kota Mojokerto, Tuntut Transparansi Penggunaan APBD

3 min read

Foto : Unjuk rasa di depan kantor Pemerintah Kota Mojokerto.

Mojokerto – suaraharianpagi.id

Puluhan anggota Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Modjokerto Watch dan Gerakan Rakyat Indonesia Bersatu (GRIB), menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor Pemerintah Kota Mojokerto, Jalan Gajahmada No. 145, Kamis (29/8).

Aksi yang dimulai sekitar pukul 09.00 WIB ini menyoroti dugaan penyelewengan dalam penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) oleh pemerintah setempat.

Dalam orasinya, Supriyo, salah satu orator dari LSM Modjokerto Watch, menyoroti berbagai proyek infrastruktur di Mojokerto yang diduga bermasalah.

“Pembangunan tugu di alun-alun Mojokerto dan proyek-proyek lainnya pada periode 2016-2023, pemenang tender semuanya berasal dari luar Jawa Timur,” tegas Supriyo.

Ia juga mempertanyakan penggunaan dana CSR dalam pembangunan Jembatan Gajahmada, serta penanganan kasus yang dinilainya tidak adil.

“Kenapa yang kecil-kecil ditangkap, sementara otaknya tidak?” lanjutnya.

Supriyo juga menyinggung janji-janji politik yang tidak pernah ditepati serta kebobrokan dalam penggunaan anggaran yang dianggapnya dibiarkan begitu saja. Ia menekankan, “Provokatornya itu sebenarnya rakyat atau aset?”

Selain Supriyo, Ketua Umum Gerakan Rakyat Indonesia Bersatu (GRIB) Mojokerto Raya, Juma’in, juga turut menyampaikan orasinya. Ia menuding Pemerintah Kota Mojokerto telah melakukan pembangkangan terhadap putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Surabaya Nomor: 24/P/FP/2018/PTUN.SBY, tertanggal 27 November 2018.

“Pemerintah Kota Mojokerto telah melakukan penghinaan terhadap lembaga peradilan terkait putusan PTUN yang sudah inkrah,” ujarnya.

Aksi damai ini juga menuntut kejelasan status tanah milik Sih Wahyuni di Jalan Kranggan Gang I No. 08, Kelurahan/Kecamatan Kranggan.

LSM Modjokerto Watch mendesak Pemerintah Kota Mojokerto untuk segera menaati putusan PTUN yang memenangkan Sih Wahyuni atas sengketa tanah tersebut.

Supriyo, yang bertindak sebagai kuasa hukum Sih Wahyuni, mengungkapkan bahwa kliennya telah menempati lahan tersebut sejak tahun 1967, namun masalah muncul sejak adanya surat pengosongan lahan dari Kelurahan Kranggan pada 7 Februari 2017.

Surat tersebut mengindikasikan rencana pembangunan kantor Polsek, Koramil, dan KUA Kecamatan Kranggan di lahan tersebut, yang diklaim sebagai aset milik Pemkot berdasarkan Sertifikat Hak Pakai (SHP) No. 01/1970 yang diperbarui pada 2020.

“Karena surat pengosongan itu merugikan Sih Wahyuni, ia kemudian mengajukan gugatan ke PTUN Surabaya pada 2018 dan menang,” jelas Supriyo. Namun, hingga kini, putusan tersebut belum dilaksanakan oleh Pemkot Mojokerto.

Dalam mediasi dengan Penjabat (Pj) Wali Kota Mojokerto, Moh Ali Kuncoro, Supriyo menyatakan bahwa pihaknya akan berkirim surat ke PTUN Surabaya untuk meminta Legal Opinion (LO) atau fatwa dari PTUN terkait kasus ini.

“Besok surat undangan FGD akan kami antar ke kantor PTUN Surabaya,” pungkas Supriyo.

Sementara itu, Kepala Bagian Hukum Setdakot Mojokerto, Agus Triyatno, menegaskan bahwa Pemkot Mojokerto tidak memiliki kepentingan apapun dalam sengketa tanah tersebut.

“Jika tanah itu memang hak Bu Sih Wahyuni, tentu akan dilepaskan. Tapi jika tidak, akan menjadi milik Pemkot,” jelas Agus.

Agus juga menyebutkan bahwa Pemkot Mojokerto akan menggelar Focus Group Discussion (FGD) dengan pejabat PTUN Surabaya dan perwakilan dari kuasa hukum Sih Wahyuni untuk memantapkan langkah ke depan.

“Kami rencanakan FGD minggu depan, namun kepastian tanggalnya masih menunggu balasan dari PTUN,” tambahnya.

Para demonstran berharap agar Pj Wali Kota Mojokerto dapat mengambil tindakan tegas terhadap oknum yang dinilai tidak memahami hukum, mengingat bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah negara hukum. *sw/ds

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours