Jombang – suaraharianpagi.id
“Tradisi warisan leluhur, bakar hio, kemenyan, sesajen, ke makam, ke punden, jika niatnya tidak meminta kepada selain Allah maka jauh dari kemusyrikan.”
Para leluhur zaman dahulu artinya sudah akrab dengan makhluk lain. Bahkan sebagai penghormatan mereka sudah saling sapa dan tidak saling menyakiti.
Konsepsi keseimbangan ini sudah dipertahankan sejak zaman dahulu, sehingga jarang sekali terjadi bencana. Nah, munculnya bencana belakangan ini mulai banjir, tanah longsor, hingga Covid-19, adalah wujud kerusakan lingkungan.
Sehingga dibutuhkan keseimbangan menjaga alam tetap lestari dan terawat.
Maka dari itu upaya Ki Purwa Heritage Festival (KPHF) 2024 adalah karya pagelaran seni yang akrab dengan lingkungan, menjaga keseimbangan alam.
Menguri-uri budaya warisan leluhur itu bagian dari kembali ke alam, mencintai alam dan menjaga keseimbangan alam atau ecosufisme.
Seperti yang ditegaskan kiai muda Drs Ainurrofiiq biasa disapa Gus Rofiq, dari keluarga besar Ponpes Bahrul Ulum Tambakberas, Jombang ini saat memberi tausiyah di acara malam full religi di ajang KPHF 2024.
Rangkaian religi itu menginjak di hari ke-8 yakni, Jumat, 12 Juli 2024. Di hari itu rangkaian kegiatan berupa khotmil Alquran pagi sampai sore. Dilanjut tahlil kirim doa, istirahat sampai maghrib. Bakda Isya dilanjut samroh ibu-ibu Pulorejo, dilanjut Gus Rofik dan Hadrah Al Banjari.
Menurut Gus Rofik, tradisi leluhur menunjukkan bahwa leluhur zaman dahulu sudah mengamalkan berakrab dengan makhluk selain manusia. Semisal tanaman, batu, air, sungai, kolam, dan bahkan sampai makhluk lain, yakni jin, dedemit, menjaga tempat yang keramatkan (dihormati,red).
Namun tidak mengabdi atau menjadi budak jin. Mereka biasanya malah berteman dengan jin. Kondisi itulah yang disebut kepedulian akan alam sekitar dan lingkungan. Selama makhluk itu tidak mengganggu maka tidak elok juga jika dimusuhi.
“Bisa dijadikan teman. Karena jin itu sama-sama makhluk Allah. Tak sedikit kiai yang punya teman sejumlah jin, itu tidak masalah apalagi tidak mereduksi keimanan,” ujarnya.
Kiai muda yang mengaku pernah “tersesat” di HTI ini mengatakan justru orang yang sering mengkafirkan orang lain itulah yang justru menuruti kemauan jin.
Setelah sadar, gus muda penasehat PSNU Pagar Nusa ini, keluar dari HTI dan tidak mudah mengkafirkan orang lain.
“Kalau urusan bakar dupa, ziarah makam itu jelas bukan syirik. Justru mereka ke sana mendoakan, dan kirim doa bagi yang telah meninggal,” ujarnya.
Isma Hakim Rahmat, biasa disapa Mas Hakim, Ketua Paguyuban Pemuda Panji Sekartaji Jati Purwa, memgatakan festival ini atau KPHF 2024 adalah wujud gerakan peduli lingkungan, gerakan kembali ke alam atau eco sufisme.
Menurutnya gerakan eco-sufism, yaitu gerakan peduli lingkungan yang dilakukan bahwa menurut pandangannya, alam semesta merupakan bagian dari kehidupan kosmis.
Karena itu, kelompok ini menyatukan antar diri dan alam sekitar sebagai bagian dari makhluk Tuhan yang saling menjaga secara integratif.
Gerakan lingkungan itu adalah panggilan spiritualitas. Mereka menjaga, melestarikan, dan memanfaatkan lingkungan berdasarkan semangat dan niliai-nilai spiritualitas Islam.
“Gerakan ekologi dengan pendekatan keseimbangan ini menunjukkan arah baru pemikiran dan praktik konservasi lingkungan di kalangan umat Islam,” ujarnya.
Ecosufisme menemukan momentumnya di saat maraknya kajian konservasi lingkungan berbasis syari’ah.
“Irisannya adalah eco-religious, yaitu gerakan konservasi lingkungan yang didasarkan pada nilai-nilai ajaran agama. Pemikir dan aktivis lingkungan melakukan kerja-kerja sosial atas dasar semangat keagamaan,” tukasnya.
“Islam itu agama Rahmatan lil ‘Alamin dan hadir dalam mewujudkan lingkungan yang sehat dan bersih serta lestari demi terwujudnya kemaslahatan umat. Menguri-uri budaya, juga bagian dari itu semua,” tegas pengurus PWI Jatim, jebolan Ponpes Sunan Ampel, Jombang ini. *sw/ds
+ There are no comments
Add yours