
Jombang – suaraharianpagi.id
Normalisasi Afvoer Watudakon di Kabupaten Jombang diusulkan oleh Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Jombang kepada Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Brantas, yang memiliki kewenangan atas wilayah tersebut. Namun, waktu pelaksanaan proyek ini masih belum jelas, karena bergantung pada ketersediaan anggaran.
“Kami di kabupaten hanya mengusulkan. Secara kewenangan, itu berada di pemerintah pusat melalui BBWS Brantas. Dalam rapat di provinsi kemarin, balai (BBWS Brantas) berencana melanjutkan proyek pengendalian banjir Afvoer Watudakon sebagai program jangka panjang,” ujar Kepala Bidang Sumber Daya Air (SDA) Dinas PUPR Jombang, Sulton.
Ia menambahkan, proyek pengendalian banjir ini masih belum rampung sepenuhnya. “Progresnya baru sekitar 30-40 persen. Namun, kelanjutannya sangat bergantung pada ketersediaan anggaran. Jika memungkinkan, proyek ini akan diteruskan,” kata Sulton.
Luapan air dari Afvoer Watudakon sebelumnya telah menyebabkan banjir di sejumlah persawahan petani di Kabupaten Jombang, khususnya di Kecamatan Kesamben, seperti Desa Carangrejo, Podoroto, dan Kedungmlati.
Menurut data Dinas Pertanian Kabupaten Jombang, Kecamatan Kesamben menjadi wilayah terdampak terluas dengan total area persawahan yang terendam mencapai 427 hektar.
Ketua Komisi B DPRD Kabupaten Jombang, Anas Burhani, saat meninjau sawah yang terendam banjir di Kecamatan Kesamben pada 25 Januari lalu, menyatakan akan membawa permasalahan ini ke DPRD Provinsi Jawa Timur.
“Karena sungai ini berada di bawah kewenangan BBWS Brantas, kami akan segera menyampaikan hal ini ke DPRD Provinsi Jawa Timur agar mendorong balai segera melakukan normalisasi,” ujar Anas.
Perhatian terhadap persoalan ini juga datang dari anggota Komisi B DPRD Provinsi Jawa Timur, Wiwin Isnawati Sumrambah. Ia menegaskan bahwa pemerintah daerah seharusnya segera berkoordinasi dengan Pemerintah Provinsi Jawa Timur terkait normalisasi Afvoer Watudakon yang belum terealisasi. “Ini adalah inti permasalahannya,” tandas Wiwin pada 27 Januari.
Sementara itu, para petani dan perangkat desa di Kecamatan Kesamben, seperti Desa Pojokrejo, Podoroto, dan Kedungmlati, telah melakukan pembersihan Afvoer Watudakon secara swadaya. “Ini inisiatif dari petani dan perangkat desa,” ungkap Kepala Desa Pojokrejo, Nursan, pada 29 Januari.
Kepala Desa Podoroto, Adhim, juga menyampaikan bahwa banjir telah merendam sekitar 50 hektar sawah di desanya selama musim tanam kali ini. “Sebagian besar petani di sini menanam dua kali dalam setahun,” ujarnya.
Adhim berharap pemerintah segera mengambil langkah konkret untuk mengatasi masalah ini. “Jangan hanya melihat-lihat saja. Kami butuh aksi nyata dari pemerintah daerah,” tegasnya.
Ia juga menambahkan, “Normalisasi Afvoer Watudakon harus segera dilakukan, terutama di area Kalimati hingga Gongseng, yang menurut kami kondisinya paling parah.” *ryan