Foto : Proyek pembangunan jalan poros Gondanglegi-Srigonco (suaraharianpagi.id/tim)
Malang – suaraharianpagi.id
Proyek pembangunan jalan poros Gondanglegi-Srigonco yang didanai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) menuai beragam tanggapan dari masyarakat.
Proyek dengan anggaran mencapai ratusan miliar rupiah ini diketahui dikerjakan oleh dua perusahaan, yakni PT SMU dan PT Jakon, yang berkolaborasi dengan melibatkan satu perusahaan pelaksana di lapangan.
Namun, perhatian publik tertuju pada salah satu pelaksana proyek yang diduga masih aktif menjabat sebagai Kepala Desa di wilayah Malang Selatan, tepatnya di Kecamatan Pagak, Kabupaten Malang.
Kepala Desa berinisial EK ini, ketika ditemui oleh tim LSM dan media beberapa waktu lalu, mengakui keterlibatannya dalam pengerjaan proyek jalan tersebut.
Menanggapi hal ini, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kabupaten Malang, Eko Margianto, memberikan keterangan kepada media pada Kamis (11/1). Ia menjelaskan bahwa sesuai dengan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, terdapat sejumlah larangan bagi Kepala Desa. Salah satunya terkait keterlibatan dalam proyek yang didanai APBN.
“Dalam prinsip tata kelola pemerintahan yang baik, Kepala Desa memiliki tanggung jawab untuk mengelola pemerintahan desa secara transparan dan bebas dari konflik kepentingan. Jika seorang Kepala Desa berperan sebagai rekanan proyek APBN, harus dipastikan bahwa seluruh prosesnya sesuai dengan ketentuan dan persyaratan yang berlaku,” ujar Eko.
Senada dengan itu, Kepala Inspektorat Kabupaten Malang, Cahyo, menegaskan bahwa status keterlibatan seorang Kepala Desa perlu diperjelas, apakah atas nama pribadi atau menggunakan jabatan resmi. “Sesuai peraturan, tidak ada larangan bagi Kepala Desa untuk memiliki usaha. Namun, jika menggunakan jabatan Kepala Desa, hal itu tidak diperbolehkan,” tegas Cahyo.
Ketua LSM Gerbang Indonesia (GI) Cabang Kabupaten Malang, Dedik, menyoroti keterlibatan oknum Kepala Desa dalam proyek ini. Menurutnya, hal tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2021 tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang merupakan perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999.
“Seorang Kepala Desa dan Sekretaris Desa dilarang menjadi kontraktor karena mereka termasuk dalam kategori Penyelenggara Negara. Pasal 12 huruf e UU Tipikor juga dengan tegas melarang penyalahgunaan kekuasaan untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum,” ungkap Dedik.
Ia juga mengingatkan bahwa dalam Pasal 29 huruf f UU Desa, Kepala Desa dilarang melakukan kolusi, korupsi, dan nepotisme, serta menerima gratifikasi yang dapat memengaruhi keputusan atau tindakannya.
“Saya mengecam keras tindakan Kepala Desa yang ikut menjadi kontraktor dalam proyek pembangunan jalan ini. Tindakan tersebut melanggar aturan, dan saya meminta agar Bupati, Sekda, BKPSDM, DPMD, Inspektorat, serta Biro Hukum Pemerintah Kabupaten Malang segera menindaklanjuti permasalahan ini,” tegas Dedik.
Kasus ini menjadi sorotan publik dan memunculkan desakan kepada pihak berwenang untuk segera mengambil langkah tegas. Pemerintah daerah diharapkan dapat memastikan bahwa pelaksanaan proyek ini berjalan sesuai dengan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan bebas dari konflik kepentingan. *tim
+ There are no comments
Add yours