
Foto: Sekjend Komnas PA jawa timur Jaka Prima, S.H., M.H., M.Pd.(Suaraharianpagi.id/jaka)
Mojokerto – suaraharianpagi.id
Tragedi tenggelamnya 13 siswa SMPN 7 Kota Mojokerto saat kegiatan Outing Class di Pantai Drini, Gunungkidul, Yogyakarta, pada Selasa pagi (28/1/2025), meninggalkan duka mendalam. Empat siswa dilaporkan meninggal dunia, sementara sembilan lainnya selamat, dengan dua korban masih menjalani perawatan intensif di rumah sakit.
Peristiwa ini mendapat perhatian serius dari Sekretaris Jenderal (Sekjen) Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Jawa Timur, Jaka Prima, S.H., M.H., M.Pd.
Ia mendesak pihak kepolisian untuk mengusut tuntas insiden ini, termasuk menyelidiki kemungkinan adanya unsur kelalaian dari pihak sekolah dalam menjamin keselamatan para siswa.
Jaka, yang juga merupakan Dosen Fakultas Hukum Universitas Mayjen Sungkono Mojokerto (UNIMAS), menekankan bahwa sekolah memiliki tanggung jawab penuh terhadap keselamatan siswa dalam kegiatan apapun, terutama kegiatan pendidikan di luar lingkungan sekolah.
“Kami mendesak pihak kepolisian untuk melakukan penyelidikan mendalam terhadap tragedi ini. Jika ditemukan adanya kelalaian dari pihak sekolah, maka proses hukum harus ditegakkan sesuai aturan yang berlaku,” ujar Jaka.
Ia merujuk pada Pasal 359 KUHP, yang menyebutkan bahwa siapa pun yang karena kelalaiannya menyebabkan kematian orang lain dapat dijatuhi hukuman penjara hingga lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun.
“Jika terbukti bahwa pihak sekolah tidak menjalankan upaya maksimal dalam menjamin keselamatan siswa, maka harus ada sanksi hukum yang tegas dan adil,” lanjutnya.
Jaka menegaskan bahwa kejadian ini harus menjadi pelajaran penting bagi semua pihak, khususnya institusi pendidikan, dalam merencanakan dan melaksanakan kegiatan luar ruangan. Menurutnya, guru, panitia kegiatan, dan kepala sekolah harus bertanggung jawab untuk memastikan keselamatan siswa.
“Kelalaian apa pun dalam melaksanakan tanggung jawab tersebut tidak boleh ditoleransi. Namun, investigasi harus dilakukan secara mendalam untuk menentukan siapa yang paling bertanggung jawab, apakah itu pihak sekolah, guru pendamping, atau faktor eksternal lainnya,” jelas Jaka.
Ia juga menyarankan adanya pedoman yang lebih ketat dalam pelaksanaan kegiatan luar sekolah, seperti penilaian risiko, pelatihan keselamatan, dan koordinasi dengan pihak terkait seperti tim SAR atau pengelola lokasi wisata.
“Keselamatan siswa adalah prioritas utama. Setiap kegiatan harus dilaksanakan dengan prosedur yang jelas dan persiapan yang matang untuk mencegah insiden serupa di masa mendatang,” tegasnya.
Dari 13 siswa yang tenggelam, empat siswa dinyatakan meninggal dunia. Sementara itu, sembilan siswa lainnya berhasil selamat, dengan dua di antaranya masih dirawat di rumah sakit. Salah satu korban yang dirawat telah menunjukkan perkembangan positif dan dapat diajak berkomunikasi, sementara korban lainnya masih dalam kondisi kritis di ruang ICU.
Tragedi ini menjadi pengingat bahwa keselamatan harus menjadi prioritas utama dalam setiap kegiatan pendidikan, baik di dalam maupun di luar sekolah. Diharapkan, pihak sekolah dan instansi terkait lebih berhati-hati dalam merancang dan melaksanakan kegiatan agar kejadian serupa tidak terulang.*red